Polda Lampung Ajak Kicau Mania Perangi Perdagangan Ilegal Satwa Liar
Media Bhayangkara Nasional.com, Lampung – Polda Lampung menerapkan strategi berbeda untuk menyuarakan pesan konservasi satwa liar.
Pada Minggu pagi (23/6/2024), Lapangan Mapolda Lampung dipenuhi masyarakat yang membawa sangkar burung tertutup kain.
Mereka datang dengan antusias untuk berpartisipasi dalam Lomba Burung Berkicau Kapolda Lampung Cup 2024, yang diadakan oleh Polda Lampung untuk memperingati Hari Bhayangkara ke-78.
Suara kicauan berbagai jenis burung bergema di pagi hari yang cerah tersebut.
Lebih dari 1.500 burung berkompetisi dalam 29 kelas perlombaan, mulai dari murai hingga lovebird.
Namun, kontes ini bukan hanya sekadar perlombaan. Terdapat pesan penting yang ingin disampaikan kepada para pecinta burung berkicau.
Kepolisian mengundang para “kicau mania” untuk berpartisipasi dalam lomba ini sambil meningkatkan kesadaran tentang pemberantasan perdagangan ilegal satwa.
Kapolda Lampung Inspektur Jenderal (Irjen) Helmy Santika menegaskan bahwa perdagangan ilegal satwa liar masih marak di Lampung.
Perdagangan ini disebabkan oleh perburuan liar di hutan-hutan Lampung serta tingginya permintaan di pasar hewan di Jawa.
Helmy mengatakan, kontes burung berkicau ini adalah momen yang tepat untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya melestarikan satwa liar.
“Perdagangan ilegal merusak karena satwa diambil langsung dari alam. Kami tekankan, jangan mendukung perdagangan ilegal ini,” katanya saat acara berlangsung.
Helmy juga mengharapkan para pecinta burung berkicau memiliki burung hasil penangkaran resmi atau beternak sendiri.
“Kami ingatkan, jangan mengambil burung dari alam,” tegasnya.
Salah satu peserta, Raswan (38), mengatakan bahwa burung yang dimilikinya adalah hasil penangkaran sendiri.
“Bukan beli, Bang. Ini hasil penangkaran sendiri dari burung saya sebelumnya,” ujarnya.
Raswan setuju untuk tidak membeli burung dari penangkap langsung. Meski kicauan burung liar bagus, hal tersebut bisa mengancam kelestarian alam.
“Jangan, Bang. Kalau tidak bisa menangkar sendiri, lebih baik beli dari hasil penangkaran,” ujarnya.
Kasus penyelundupan burung hutan yang dilindungi kembali terungkap di Lampung.
Aktivis perlindungan satwa menilai Lampung menjadi titik panas perdagangan satwa liar ilegal.
Direktur Yayasan Flight Indonesia, Marison Guciano, menyebut ada dua faktor utama yang menyebabkan hal ini.
Pertama, Lampung merupakan jalur utama perlintasan penyelundupan satwa liar dari Sumatera ke Jawa dan sebaliknya.
“Kedua, di Lampung juga banyak pedagang satwa liar,” jelas Marison. (*)